Beranda | Artikel
Kemuliaan Datang dari Mengagungkan Allah
Senin, 3 Maret 2025

Kemuliaan Datang dari Mengagungkan Allah adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Kitab Al-Fawaid. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abdullah TaslimM.A. pada Kamis, 7 Sya’ban 1446 H / 6 Februari 2025 M.

Kajian Islam Tentang Kemuliaan Datang dari Mengagungkan Allah

مَا لَكُمْ لَا تَرْجُونَ لِلَّهِ وَقَارًا

”Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah?” (QS. Nuh[71]: 13)

Sekarang kita akan membahas antara pengagungan Allah dan pengagungan makhluk. Ibnul Qayyim Al Jauziyah berkata, ”Maksudnya di sini bahwa orang yang tidak mengagungkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sebenar-benarnya pemuliaan, maka bagaimana dia meminta dari manusia untuk mengagungkan dan memuliakan dirinya?”

Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan balasan sesuai dengan apa yang dikerjakan oleh hamba itu sendiri. Orang yang mengagungkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menjadikan hamba-hamba memuliakan orang ini. Dan sebaliknya, jika dia tidak mau mengagungkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sebenar-benarnya pengagungan maka bagaimana kemudian dia mengharapkan orang lain untuk memuliakan dirinya?

Al-Qur’an yang Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan, ilmu agama tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala dan syariat-Nya, demikian pula dengan sabda-sabda Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam adalah merupakan tali penghubung dari Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kita. Itu merupakan peringatan dan nasihat yang datang kepada kita.

Adanya uban di tubuh kita, ini merupakan penegur. Sesuatu yang menyadarkan yang ada pada dirimu. Tandanya kita sudah tidak muda lagi, umur kita sudah tidak panjang lagi. Maka peringatan yang datang kepada kamu ini, tidak menjadi teguran kepada kamu, maka bagaimana orang seperti ini akan dimuliakan?

Apabila kamu ditimpa musibah, namun musibah itu tidak memberikan efek atau dampak kepada dirinya sebagai nasihat dan teguran, kemudian dia meminta orang lain untuk mengambil pelajaran dengan melihat musibah yang menimpa dirinya. Tentu ini tidak benar.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الْآفَاقِ وَفِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ ۗ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ

”Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?” (QS. Fussilat[41]: 53)

Maka ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang ada di ufuk ini bisa didengar dan diketahui. Sedangkan ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang ada di diri kita, bisa kita saksikan dan kita lihat. Maka kita berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari tercabutnya taufiq Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ حَقَّتْ عَلَيْهِمْ كَلِمَتُ رَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ. وَلَوْ جَاءَتْهُمْ كُلُّ آيَةٍ حَتَّىٰ يَرَوُا الْعَذَابَ الْأَلِيمَ

”Sesungguhnya orang-orang yang telah pasti terhadap mereka kalimat Tuhanmu, tidaklah akan beriman, meskipun datang kepada mereka segala macam keterangan, hingga mereka menyaksikan azab yang pedih.” (QS. Yunus[10]: 96-97)

Mereka hanya akan sadar ketika tidak bermanfaat lagi sebuah kesadaran. Ketika itu sudah tidak berguna lagi sebuah peringatan. Na’udzubillaahi min dzalik.

Bagi orang yang berakal dan beriman, peringatan yang di bawah itu kedudukannya, tentu sudah dapat menjadikannya pelajaran.

Dalam ayat yang lain Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

 وَلَوْ أَنَّنَا نَزَّلْنَا إِلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةَ وَكَلَّمَهُمُ الْمَوْتَىٰ وَحَشَرْنَا عَلَيْهِمْ كُلَّ شَيْءٍ قُبُلًا مَا كَانُوا لِيُؤْمِنُوا إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَهُمْ يَجْهَلُونَ

”Kalau sekiranya Kami turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan Kami kumpulkan (pula) segala sesuatu ke hadapan mereka, niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS. Al-An’am[6]: 111)

Keimanan sudah benar-benar tertutup bagi orang-orang seperti ini, kecuali jika Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan mereka rahmat dan membuka hati mereka. Ini menunjukkan bahwa tanda-tanda kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala sama sekali tidak bermanfaat bagi orang-orang seperti ini.

Ini tentu saja menjadi nasihat untuk kita bahwa jangan menjadi orang yang seperti ini, tidak bisa mengambil pelajaran dari Al-Qur’an dan hadits Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam, tidak bisa mengambil pelajaran dari musibah yang menimpa, serta dari tanda-tanda yang terdapat di fisik kita misalnya tadi munculnya uban, tubuh yang melemah, penglihatan yang semakin kabur, dan lainnya.

Termasuk ciri hamba yang berakal yang selalu mendapat taufiq dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, kata Ibnul Qayyim Al Jauziyyah rahimahullah, adalah mereka bisa mengambil pelajaran dari  tanda yang kedudukannya masih di bawah ini. Tidak perlu tanda yang besar untuk memperingatkan mereka.

Dia akan menyempurnakan kekurangan pada fisiknya dengan kemuliaan pada akhlak dan kebaikan yang ada pada dirinya. Setiap kali hilang satu bekas pada sebagian fisiknya, semakin tua, tapi jejak keimanannya semakin meningkat.

Bagaimana pembahasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian dan simak penjelasan yang penuh manfaat ini..

Download MP3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/54952-kemuliaan-datang-dari-mengagungkan-allah/